Karimun

Fungsi Masjid dalam Tatanan Dunia Baru – Kepri Terdepan


  • Oleh: H. Muhammad Nasir. S.Ag., M.H., Kakan Kemenag Lingga

Perjalanan sejarah, peradaban Islam penuh dengan berbagai tantangan. Baik tantangan yang datang dari luar mapun yang datang dari dalam tubuh umat Islam itu sendiri. Tantangan dari luar dapat terjadi akibat perkembangan modernisasi global yang tak terbendung. Implikasi modernisasi global sebagai akibat perkembangan saint dan teknologi modern, berimplikasi pada lahirnya paradigma baru dalam cara berpikir dan bertindak dalam kehidupan sosial masyarakat. Hal ini berimbas pada pola-pola perilaku dan tata kehidupan beragama. Ditambah lagi, sejak berakhirnya perang dingin yang ditandai dengan runtuhnya Uni Soviet pada 1991, muncul pula apa yang disebut dengan benturan peradaban (the clash of civilization) (Sammuel Huntington: 1995).

Dalam perspektif ini, dunia global dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu negara-negara kaya yang dikenal dengan nagara demokratis, dan negara-negara miskin yang dikenal dengan negara non-demokratis. Akibat itu semua subyektifitas masyarakat terhadap nilai-nilai peradaban semakin tumbuh dan berkembang sehingga mempengaruhi kultur budaya umat beragama termasuk kultur budaya Islam.

Sementara itu tantangan yang muncul dalam tubuh umat Islam, seperti timbulnya perspektif rasionalitas agama yang terlalu bebas. Hal ini dapat menimbulkan paham-paham beragama yang liar (sesat) yang dapat mengganggu nilai-nilai keagamaan dalam batas-batas idelogi dan syariat yang telah digariskan. Walaupun Islam adalah agama terbuka yang memiliki dinamika sepanjang sejarah, namun sangat penting kehati-hatian dalam menyikapi tantangan yang dihadapi. Banyak simbol-simbol ke-Islaman yang telah mengalami dinamika dalam perkembangan peradaban modern. Salah satu peradaban Islam yang sangat menentukan keberlangsungan sejarah perkembangan Islam adalah masjid.

Masjid adalah simbol peradaban Islam yang sangat penting dan mendasar. Dari masjid Islam diperkenalkan dan dikembangkan hingga hari ini. Oleh sebab itu sebagai sentra pembangunan umat, masjid harus memiliki independensi yang kuat melawan tantangan globalisasi dan modernisasi yang terus mengalami perubahan. Untuk itu kita perlu mempertanyakan bagaimana masjid bangkit sebagai pengarusutamaan pembangunan umat dalam peradaban modern yang maju.

Untuk menghadapi tantangan yang begitu pesat, sudah saatnya kita meneguhkan kembali indepedensi peran dan fungsi masjid dengan wawasan modern dan maju. Adapun langkah-langkah yang dapat kita tawarkan adalah:
Pertama: Membangun kesadaran umat dalam gerakan dakwah bilhal dengan basis teknologi modern atau dari dakwah konpensional ke dakwah informatika. Kesadaran dakwah dimulai dari masjid ke masjid. Masjid harus berperan sebagai independensi yang memiliki daya transformasi profesional. Masjid memiliki daya inovasi dakwah transformatif dari teologi ke teknologi, meneguhkan kesalehan individual ke kesalehan sosial.

Untuk memperteguh fungsi ini, masjid harus berperan mengembangkan tiga misi utama yaitu: misi humanisasi melalui ta’muruna bi al-ma’ruf/menyeru kepada kebenaran yaitu proses memanusiakan manusia agar dapat menggunakan potensi yang dimilikinya sebagai anugerah Allah yang sangat besar. Lalu, misi liberasi melalui Watanhawna ‘anil munkar / mencegah yang mungkar yaitu membebaskan manusia dari keterkungkungan dan keterbelakangan, baik disisi ekonomi maupun disisi keahlian hidup, dan, ketiga misi transendensi, yakni beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dengan memantapkan sikap dan ketaatan beribadah kepada Allah SWT dengan amal saleh dan amal sosial.

Kedua: Membangun kesadaran umat dalam gerakan hidup berkebangsaan melalui demokratisasi keumatan dengan konsisten mempertahankan jati diri Islam sebagai ummatan wasatha / ummat terbaik, adil dan pertengahan (wasathiyah). Gerakan washatiyah dijadikan usaha untuk mengembalikan prinsip-prinsip kebangsaan untuk merajut pluralitas kemanusiaan. Dalam prinsip ini, masjid merupakan naungan atau tenda bangsa yang di dalamnya hidup berbagai komponen umat beragama yang diikat dengan kesadaran berbangsa (national consciousness).

Dalam kesadaran berbangsa masjid memiliki kekuatan alternative untuk memperkokoh integrasi dalam tatanan masyarakat. Dalam kontek integrasi keumatan, masjid memiliki sikap terbuka dengan agama atau paham lain di luar Islam. Hal ini menjadi model dawah kritis dan terbuka dengan saling menghargai satu sama lain dan kemudian dilanjutkan dengan kerja sama kongkret untuk mengatasi persoalan social yang terjadi dalam masyarakat.

Ketiga: Membangun ekonomi keumatan, melalui inovasi pengelelolaan sumber-sumber ekonomi umat. Diantara sumber dan fungsi-fungsi ekonomi umat adalah zakat, waqaf, infaq, sadaqah dan usaha ekonomi lainnya. Dalam perspektif ini seluruh fungsi-fungsi ekonomi dikelola dengan strategi yang tepat dengan memanfaatkan sain dan teknologi serta pemanfaatan ilmu pengetahuan secara holistik dan terpadu sebagai bentuk metodologi yang digunakan. Yang paling utama dalam pemberdayaan ekonomi, masjid harus mampu membangun ekonomi transformatif dengan program-program kesejahtaraan melalui peningkatan daya ekonomi umat. Hal ini dapat dilakukan melalui gerakan ekonomi yang melahirkan produksi, distribusi dan konsumsi kekayaan umat. Fungsi-fungsi ekonomi umat harus menjadi model perkembangan baru ekonomi kontemporer yang dilandasi dengan keadilan dan kesejahteraan. Pengembangan ekonomi ini juga harus menjadi gerakan ekonomi kontemporer berbasis syari’ah dalam sistem ekonomi global, system produksi pasar dan system perbankan.

Melalui ketiga fungsi tersebut, masjid sekurang-kurangnya dapat menjadi model kekuatan umat dalam menata kehidupan beragama dalam realitas tatanan dunia baru yang sedang dihadapi. Masjid memiliki daya revolusi ekonomi, daya informasi sosial dan daya komunikasi dakwah yang dapat melahirkan peradaban baru pasca modernisme, milenialisme, digitalisme dan banyak sebutan lainnya.

Dalam melewati gelombang kebangkitan ke empat revolusi industri atau disebut sebagai 0.4, tersebut, masjid juga harus mampu melakukan dinamikan secara dinamis, memperkuat peran dan fungsinya sebagai literasi keagamaan dan ke-Islaman melalui pengembangan evolusi pemahaman agama. Dalam fungsi ini masjid merupakan sentra pengembangan ilmu pengetahuan melalui dakwah dan pendidikan. Di masjid evolusi pengetahuan agama berkembang secara ketat, baik dalam ilmu aqidah, syariah, ibadah dan mu’amalah. Dengan literasi keagamaan umat beragama dapat membaca dan memaknai agama secara benar dan kemudian meng-implementasikan sebagai amal ibadah hingga menjadi kebiasaan dan tradisi dalam masyarakat.

Tentu saja tradisi ini bertujuan agar peran-peran profetik (ajaran Nabi / sunnah) menjadi sebuah kekuatan moral atau akhlaq lewat perilaku umat beragama.

Dengan demikian diharapkan, masjid sebagai symbol peradaban ummat memiliki daya dan dinamika untuk melakukan inovasi dan reformasi peran dan fungsi dalam menghadapi tantangan global saat ini. Melalui penguatan orientasi, fungsi dan strategi, masjid kedepan menjadi suatu gerakan yang betul-betul menyentuh substansi kebutuhan ruhaniyah dan jasmaniyah serta kebutuhan hidup social keummatan. Dengan kata lain peran dan fungsi masjid di era baru dapat menjembatani umat Islam kepada orientasi keislaman secara kaffah, utuh dan seimbang menuju umat yang sejahtera lahir dan batin. Aamiin.***



Sumber

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

Ke Atas