Karimun

Warga Karimun Gugat PT KSP Terkait Dugaan Pemalsuan Tandatangan Sertifikat Tanah – Kepri Terdepan


KARIMUN (HK)-Dua warga Karimun, Harun dan Azman menggugat PT Karimun Sejahtera Propertindo (KSP) karena diduga melakukan pemalsuan tanda tangan mereka dalam surat sertifikat tanah yang dikeluarkan Badan Pertahanan Nasional (BPN) Tanjungbalai Karimun di Kelurahan Sei Raya, Kecamatan Meral dan Kelurahan Pamak, Kecamatan Tebing.

Harun dan Azman menggugat PT KSP dengan turut tergugat 1 BPN Tanjungbalai Karimun, turut tergugat 2 pihak kecamatan, turut tergugat 3 pihak kelurahan dan turut tergugat 3 Polres Karimun. Hanya saja, Harun dan Azman tidak hadir dalam persidangan, pihak penggugat hanya diwakili kuasa hukumnya, Polma Nainggolan.

Gugatan atas dugaan pemalsuan tanda tangan dalam sertifikat tanah tersebut disidangkan di Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun, sejak Kamis, 26 November 2020 lalu. Namun, karena pihak tergugat dan turut tergugat banyak yang tidak hadir, maka sidang perdata tersebut dilanjutkan pada Kamis (3/12/2020).

Sidang yang berlangsung di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Graciois Kesuma Pristama dengan hakim anggota Riska Fauzan dan Rifda Juniarti Hasim. Sidang kedua ini juga berlangsung singkat dan dilanjutkan lagi pada Senin, 14 Desember 2020 mendatang.

Tanah yang diklaim PT KSP sebagai pemilik sah karena mengantongi sertifikat tersebut saat ini sudah ditempati sekitar 400 kepala keluarga (KK). Tanah tersebut awalnya merupakan tanah negara bekas Hak Guna Usaha (HGU) atas nama Koh Kui Lin atau warga sekitar biasa memanggil Ku Lin.

Hasnan, yang ditunjuk sebagai perwakilan dari 400 KK yang mendiami tanah tersebut atau saksi dari pihak penggugat Harun dan Azman usai sidang di PN Tanjungbalai Karimun mengatakan, awalnya tanah negara bekas HGU atas nama Ku Lin tersebut memiliki luas 64 hektar lebih yang ditumbuhi tanaman karet.

“Warga mulai menempati tanah tersebut pada awal Maret 1996. Tanah itu sudah lama ditinggalkan terbiar oleh pemiliknya. Saat itu, dari seluruh luas tanah hanya sekitar 50 hektar yang ditumbuhi karet. Sisanya, sekitar 14 hektar dibiarkan kosong. Karena ada lahan kosong, warga yang saat itu membutuhkan tanah, kemudian membuka lahan pertanian dan tempat tinggal di atas tanah tersebut,” ujar Hasnan.

Dijelaskan, sejak 1996 warga menggarap tanah tersebut, tiba-tiba saja pada Februari 1999 tiba-tiba saja berdiri plang di atas tanah dengan tulisan “Tanah ini milik PT Karimun Sejahtera Propertindo (KSP) berdasarkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) nomor: 57 tahun tahun 1999, luas 642.600 meter persegi. Dilarang meneruskan kegiatan di atas tanah ini”.

Pada 2001, ketika 2 tahun terbentuknya Kabupaten Karimun, maka pemerintah daerah membangun pusat perkantoran di atas sebagian tanah tersebut, mulai dari kantor bupati, dinas termasuk juga kantor Kodim 0317/TBK dan pembangunan Jalan Poros hingga ke station Badang Perkasa. Dari total luas tanah, Pemkab Karimun menggunakan sekitar 20 hektar tanah itu untuk pembangunan pusat perkantoran.

“Bupati Karimun, M Sani kala itu mengeluarkan anggaran sebesar Rp300 juta sebagai kompensasi atas tanah seluas 20 hektar tersebut. Uang diberikan kepada kami selaku tim pengurus tanah tersebut. Dana tersebut kemudian kami bagikan kepada warga sesuai dengan laus tanah masing-masing warga yang dipakai,” jelasnya.

Kata Hasnan, pada 2017, tiba-tiba muncul klaim dari PT KSP untuk mempertegas hak mereka. PT KSP kemudian melapor ke Polres Karimun untuk dimediasi. Saat pertemuan itu, PT KSP mengaku telah memiliki sertifikat dengan dasar mereka membeli tanah dari sejumlah orang. Awalnya, tidak diketahui siapa penjual tanah itu. Namun, setelah digali informasi ke BPN Karimun, muncul 11 nama.

“Sebelas nama itu, diantaranya Harun, Azman, Azman Muhammad, Eddy Vidhya Dharma, Dharma, Khairunnas, Bacok Iskandar, Joni dan Asmah. Sementara, dua nama lainnya saya lupa,” ungkap Hasnan.

Dikatakan, atas nama Harun mengantongi 2 surat masing-masing dengan luas 2 hektar. Kemudian, atas nama Azman adiknya Harun juga mengantongi 2 surat dengan luas juga 2 hektar.

“Harun dan Azman ketika kami tanya, dia memberikan keterangan merasa tidak pernah menandatangani surat tanah dengan PT KSP, apalagi sampai melepaskan tanah. Kemudian kami tanya apakah mereka mau membuat testimoni. Mereka katakan siap, bahkan bila perlu sampai ke pengadilan dia bilang sanggup,” tutur Hasnan.

Apa yang disampaikan Harun dan Azman memang dibuktikan, mereka akhirnya menggugat PT KSP ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun.

Kuasa Hukum Harun dan Azman, Polma Nainggolan mengatakan, inti dari gugatan yang dilayangkan kliennya adalah adanya dugaan rekayasa tandatangan penggugat oleh pihak tergugat untuk menerbitkan sertifikat. Seolah-olah Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) tanah milik penggugat telah dialihkan atau dijual kepada PT KSP selaku tergugat.

“Inti dari gugatan ini adalah adanya dugaan rekayasa tandatangan penggugat digunakan untuk menerbitkan sertifikat. Seolah-olah surat SKGR milik penggugat telah dialihkan atau dijual kepada tergugat. Dan seolah-olah telah ada ditandatangani persetujuan. Tapi nanti bagaimana fakta kebenaran akan muncul dalam persidangan,” ujar Polma Nainggolan.

Dikatakan, pada dasarnya dalam gugat menggugat, siapa yang mendalilkan suatu dalil maka dia yang akan dibebankan pembuktian.

“Jika kami mendalilkan diduga terjadi pemalsuan tandatangan atau rekayasa. Tentu saja, kami bisa membuktikan tandatangan yang benar dari klien kami selaku penggugat. Katakanlah benar tandatangan klien kami mirip dalam surat tanah itu, namun pengakuan kami tidak pernah menandatangani surat itu, maka kewajiban dari tergugat untuk membuktikan dalil mereka,” jelas Polma.

Menurutnya, sepanjang itu tidak bisa dibuktikan oleh tergugat, maka benarlah dalil gugatan dari kliennya yang mengatakan telah terjadi rekayasa atau pemalsuan. Ketika sudah dinyatakan benar terjadi rekayasa atau pemalsuan, otomatis seluruh produk hukum sertifikat itu rontok atau batal secara hukum.

Sementara, kuasa hukum PT KSP, Wiryanto ketika dikonfirmasi secara terpisah mengatakan, pihaknya tidak bisa menjelaskan secara rinci poin-poin yang akan dijawab terkait substansi gugatan yang dilayangkan oleh pihak penggugat ke Pengadilan Negeri Tanjungbalai Karimun.

“Pada saat sekarang, saya tidak bisa untuk menjelaskan secara rinci poin-poin yang akan kami jawab. Tapi yang jelas bahwasanya pihak pemerintahan dalam hal ini lurah dan camat sangat paham sekali soal ganti rugi. Kami akan jawab setelah masuk dalam hukum perkara. Kami akan menjelaskan semua dalam persidangan. Silakan kawan-kawan media untuk meliput persidangan itu,” ujar Wiryanto. (ham)

 



Sumber

Klik untuk berkomentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

Ke Atas